
JAKARTA - Gelombang transformasi energi bersih di Indonesia semakin nyata, ditandai dengan langkah sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memperluas portofolio ke sektor waste to energy (WTE) atau konversi sampah menjadi listrik.
Arah baru ini bukan hanya mengikuti tren global, tetapi juga sejalan dengan prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong percepatan kapasitas energi ramah lingkungan nasional.
Jika sebelumnya emiten tambang dan energi banyak mengandalkan bisnis fosil, kini beberapa perusahaan besar mulai mengincar potensi jangka panjang dari pengolahan sampah sebagai sumber daya energi alternatif.
Baca JugaKAI Logistik Hadirkan Layanan Hitung Emisi Karbon di Invoice
Kehadiran proyek WTE diharapkan menjadi solusi ganda: mengurangi timbunan sampah sekaligus memperkuat bauran energi hijau di Tanah Air.
TOBA Jadi Penggerak Awal
Salah satu pelopor di bidang ini adalah PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA). Hingga akhir Juni 2025, proyek pengolahan sampah milik perseroan telah menyumbang pendapatan senilai US$59,6 juta dengan EBITDA mencapai US$10 juta.
Capaian ini menunjukkan bahwa bisnis berbasis sampah berpotensi memberi kontribusi finansial nyata, sekaligus mendukung transformasi menuju perusahaan energi berkelanjutan.
OASA Gandeng Mitra Asing
Selain TOBA, emiten lain juga tidak mau ketinggalan. PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA) menjalin kerja sama dengan mitra asal China untuk membangun fasilitas processing solid energy landfill (PSEL).
Proyek ini ditargetkan mulai beroperasi pada 2028, menandakan adanya komitmen investasi jangka panjang dari perusahaan dalam menggarap sektor energi alternatif.
UNTR Perluas Portofolio Hijau
Langkah serupa diambil oleh PT United Tractors Tbk. (UNTR) melalui anak usahanya yang sejak 2023 menggandeng Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Meski demikian, kontribusi energi bersih terhadap portofolio UNTR hingga semester I/2025 masih di bawah 5%. Hal ini menunjukkan bahwa transisi perusahaan membutuhkan waktu, meski arah strateginya sudah cukup jelas.
SGER dan BIPI Ikut Masuk
Tidak berhenti di situ, PT Sumber Global Energy Tbk. (SGER) juga memperkuat ekspansi dengan mengakuisisi 80% saham PT Jabar Bersih Lestari pada 2022. Dari proyek tersebut, SGER menargetkan pendapatan berkisar US$8 juta hingga US$26 juta.
Sementara itu, PT Astrindo Nusantara Infrastruktur Tbk. (BIPI) berencana meluncurkan proyek WTE pada 2026. Untuk merealisasikannya, perusahaan menyiapkan kebutuhan pendanaan cukup besar, yakni sekitar US$300 juta hingga US$350 juta.
Dorongan Regulasi dan Komitmen PLN
Menurut Sukarno Alatas, Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, dukungan pemerintah dan komitmen PLN sebagai offtaker menjadi faktor penting yang menarik emiten masuk ke sektor ini.
“Dukungan regulasi melalui Perpres dan komitmen PLN menjadikan proyek WTE berpotensi menjadi sumber pertumbuhan baru bagi emiten,” ujarnya.
Ia menambahkan, model bisnis WTE cenderung stabil karena berbasis kontrak jangka panjang (power purchase agreement). Skema ini memberikan kepastian pendapatan berulang (recurring income) bagi pelaku usaha.
Meski demikian, risiko tetap ada, terutama kebutuhan belanja modal (capex) yang besar, harga beli listrik yang relatif tinggi, serta tantangan eksekusi proyek dari sisi pendanaan, teknologi, hingga keterlambatan operasional.
Pandangan Analis Lain
Hal senada disampaikan Imam Gunadi, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT). Menurutnya, dukungan pemerintah melalui kebijakan harga beli listrik yang lebih tinggi menjadi faktor penting yang menentukan kelayakan proyek WTE.
“Selama ini proyek WTE hanya menghasilkan internal rate of return (IRR) di level belasan persen. Dengan adanya harga beli premium, proyek akan menjadi lebih menarik bagi swasta,” kata Imam.
Meski demikian, ia menilai keekonomian proyek WTE masih kalah dibandingkan pembangkit fosil. Oleh sebab itu, dukungan pemerintah tetap sangat dibutuhkan agar proyek berkelanjutan ini bisa berkembang secara optimal.
TOBA Jadi Contoh Transformasi
Imam juga menyoroti agresivitas TOBA dalam melakukan transformasi bisnis. “Mereka telah mengakuisisi Sembcorp Waste di Singapura senilai US$414 juta, mengembangkan pengolahan limbah medis, membangun panel surya terapung berkapasitas 46 MWp di Batam yang ditargetkan beroperasi 2026, serta ikut dalam konsorsium proyek surya 2,2 GW dengan porsi 200 MW,” jelasnya.
Strategi ini menunjukkan bahwa TOBA tidak hanya bertumpu pada proyek sampah menjadi energi, tetapi juga membangun ekosistem energi bersih yang terdiversifikasi.
Momentum Transisi Energi
Masuknya sederet emiten ke bisnis WTE memperlihatkan bahwa transisi energi bukan lagi sebatas wacana. Perusahaan yang selama ini identik dengan bisnis tambang atau infrastruktur kini berani mengalokasikan modal besar demi menyongsong masa depan energi bersih.
Namun, tantangan tetap menanti. Proyek WTE memerlukan kejelasan regulasi jangka panjang, kepastian harga beli listrik, serta dukungan teknologi agar dapat berjalan sesuai rencana.
Di sisi lain, peluang menciptakan pasar baru dan kontribusi pada penurunan emisi membuat sektor ini menarik untuk digarap lebih serius.
Dengan dukungan pemerintah, peran PLN sebagai pembeli utama listrik, serta komitmen investasi dari para emiten, bisnis sampah menjadi listrik diprediksi akan semakin berkembang dalam beberapa tahun mendatang.
Transformasi ini bukan hanya memberi peluang bisnis baru, tetapi juga membantu Indonesia mencapai target energi bersih secara lebih cepat.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Jadwal Samsat Keliling Jadetabek Hari Ini 2 Otober 2025 Lengkap dan Praktis
- Kamis, 02 Oktober 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
KAI Logistik Hadirkan Layanan Hitung Emisi Karbon di Invoice
- 02 Oktober 2025
2.
Rute dan Jadwal Pelni KM Sinabung Oktober 2025 Lengkap Terbaru
- 02 Oktober 2025
3.
Chandra Asri Pacific Catat Laba Tertinggi Semester Pertama 2025
- 02 Oktober 2025
4.
5.
RUPSLB PT HAIS Resmi Perkuat Dewan Komisaris Independen Baru
- 02 Oktober 2025