
JAKARTA - Transformasi moda transportasi di kawasan wisata Malioboro, Yogyakarta, tengah memasuki babak baru. Di antara deretan becak kayuh dan becak motor (bentor), tampak sosok becak listrik dengan desain yang hampir serupa, namun berteknologi berbeda. Wujudnya yang sederhana menyimpan potensi besar untuk mengubah wajah transportasi tradisional menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien.
Tampil dengan perpaduan warna krem dan hijau, becak listrik terlihat menyatu dengan nuansa klasik Malioboro. Namun saat diperhatikan lebih dekat, pembeda antara becak listrik dan becak konvensional segera tampak. Pada bagian kemudi, terdapat setang seperti pada sepeda motor, dilengkapi dengan tuas gas, rem, kaca spion, serta tombol-tombol pengatur. Di tengah kemudi, panel LCD kecil menyala saat kontak dinyalakan, menampilkan indikator baterai, kecepatan, dan informasi teknis lainnya.
Dinamo penggerak utama becak ini terletak di bagian bawah, terhubung ke gardan yang menggerakkan roda depan. Becak listrik juga masih dilengkapi pedal seperti pada becak kayuh, tetapi kini hanya berfungsi sebagai pijakan atau digunakan dalam kondisi darurat saat baterai habis.
Baca JugaPertamina Salurkan Bantuan Kemanusiaan untuk Korban Kebakaran Kelurahan 1 Ulu Palembang
Kemudahan untuk Pengemudi Senior
Inovasi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh para pengemudi becak, khususnya mereka yang sudah lanjut usia. Sihono (58), pengemudi becak yang telah lima bulan menggunakan becak listrik, menyatakan bahwa kendaraan ini jauh lebih ringan dan nyaman dibandingkan becak kayuh atau bentor.
“Yang paling utama hemat tenaga karena kekuatan saya (untuk mengayuh becak) sudah berkurang,” ujarnya.
Menurutnya, becak listrik mampu mengangkut hingga tiga penumpang dengan kecepatan rata-rata 15-20 kilometer per jam. Bahkan untuk jalan menanjak, becak ini tetap kuat meski membawa muatan penuh.
Efisiensi juga menjadi nilai tambah. Sihono menyebut, becak listrik dapat digunakan seharian tanpa perlu mengisi ulang daya. Pengisian ulang pun dilakukan sendiri di rumah setiap malam, dengan biaya yang sangat terjangkau.
“Saya pernah hitung biaya listriknya untuk ngecas dari daya rendah sampai penuh hanya Rp 3.000,” jelasnya.
Keunggulan lain adalah tidak adanya emisi gas buang dan suara bising. Becak listrik melaju senyap, membuat penumpang merasa lebih nyaman saat berkeliling kawasan Malioboro.
“Penumpang jadi lebih nyaman karena tidak berisik,” tambah Sihono.
Pilihan Ideal Gantikan Bentor
Haryono (70), pengemudi becak listrik lainnya, mengaku senang beralih ke kendaraan ini. Sebelumnya, ia menjadi pengemudi bentor selama tiga tahun dan becak kayuh selama lima tahun. Kini, ia merasa lebih ringan menjalani pekerjaannya tanpa harus mengandalkan kekuatan fisik berlebihan.
“Lebih enak ini (becak listrik) karena sudah tidak kuat bawa bentor, apalagi becak kayuh,” ungkapnya.
Bagi para pengemudi seperti Haryono dan Sihono, becak listrik menjadi solusi ideal tidak hanya memudahkan pekerjaan mereka, tetapi juga mendukung pengurangan polusi udara di pusat kota.
Program Hibah dan Kampanye Transportasi Bersih
Kehadiran becak listrik di Malioboro tidak terlepas dari peran Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub) DIY. Program ini dimulai sejak akhir tahun sebelumnya dan hingga kini telah menghibahkan 90 unit becak listrik kepada sejumlah koperasi pengemudi becak.
Untuk memperkenalkan moda transportasi baru ini kepada masyarakat luas, Pemda DIY mengadakan kampanye becak listrik di kawasan Malioboro. Kampanye ini turut diikuti oleh wali kota dan pejabat daerah lainnya sebagai bentuk dukungan terhadap transformasi transportasi di kawasan wisata tersebut.
Dalam jangka panjang, becak listrik diproyeksikan menggantikan bentor, yang sebenarnya sudah dilarang beroperasi. Diharapkan, para pengemudi bentor secara bertahap bisa beralih ke becak listrik yang lebih ramah lingkungan dan sesuai dengan penataan kawasan Malioboro.
Dukungan bagi Kawasan Warisan Dunia
Malioboro merupakan bagian dari kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO. Oleh karena itu, penataan kawasan menjadi prioritas, termasuk pengendalian kendaraan bermotor, pengurangan emisi karbon, serta peningkatan kenyamanan bagi pejalan kaki, pesepeda, dan moda transportasi tradisional.
Penambahan jumlah becak listrik direncanakan dilakukan tahun depan, sebagai bagian dari strategi mempercepat transformasi Malioboro menjadi kawasan bebas emisi. Upaya ini juga sekaligus menjaga kelestarian becak sebagai ikon transportasi tradisional yang memiliki nilai budaya dan daya tarik wisata tinggi.
Becak listrik kini bukan hanya sarana transportasi, melainkan simbol perubahan menuju kota yang lebih berkelanjutan dan manusiawi. Transformasi ini membawa harapan baru, baik bagi pengemudi becak yang lebih dimudahkan pekerjaannya, maupun bagi masyarakat yang mendambakan lingkungan wisata yang bersih dan nyaman.
Dengan keberadaan becak listrik, Malioboro tidak hanya menjaga tradisi, tetapi juga menyambut masa depan dengan semangat inovasi. Jadi, jika berkunjung ke Yogyakarta, sempatkanlah menikmati sensasi baru menyusuri Malioboro dengan becak listrik transportasi yang senyap, bersih, dan tetap sarat nilai budaya.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
AAUI Dorong Inovasi Asuransi Umum Nasional
- 25 Juli 2025
2.
AAJI Dorong Inovasi dan Pertumbuhan Premi Jiwa
- 25 Juli 2025
3.
4.
5.
Diskon Tiket Kereta Api: Syarat dan Prosedur
- 25 Juli 2025